Entri Populer

Sabtu, 24 September 2011

Sinopsis "Sitti Nurbaya"


SITTI NURBAYA
Kasih Tak Sampai
Judul                  : Siti Nurbaya ( Kasih Tak Sampai )
Pengarang          :Marah Rusli
Penerbit              : Balai Pustaka
Cetakan              : 30
Tahun Terbit      : 2001
Seri BP               : 575
Tempat Terbit    : Jakarta
Tebal Buku        : 271 halaman; 21 cm
Angkatan           : Balai Pustaka/Periode 1920-an

SINOPSIS

            Seorang penghulu di Padang bernama Sutan Mahmud Syah dengan istrinya, Sitti Maryam, yang berasal dari orang kebanyakan, mempunyai seorang anak tunggal laki-laki bernama Samsulbahri. Rumah Sultan Mahmud Syah dekat dengan rumah seorang saudagar kaya bernama Baginda Sulaiman yang mempunyai seorang anak perempuan tunggal bernama Sitti Nurbaya. Mereka itu sangat karib sehingga seperti kakak beradik saja.
            Pada suatu  hari setelah pulang dari sekolah, Samsulbahri mengajak Siti Nurbaya bertamasya ke gunung Padang bersama dua orang temannya, yakni Zainularifin, anak Hopjaksa Sutan Pamuncak dan Muhammad Baktiar anak guru kepala sekolah Bumiputra kelas II di belakang Tangsi. Keduanya teman sekolah Samsulbahri, yang tiga bulan lagi akan pergi bersama ke Jakarta, meneruskan pelajarannya; Samsulbahri dan Arifin akan melanjutkan di Sekolah Dokter Jawa, sedangkan Baktiar pada sekolah Opseter (KWS).
            Pada hari yang akan ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke gunung Padang. Di gunung Padang itulah Samsu menyatakan cintanya ke Nurbaya, dan mendapat balasan. Sejak itulah mereka mengadakan perjanjian akan hidup semati.
            Pada suatu hari yang telah ditentukan, berangkatlah Samsu bersama kedua temannya melanjutkan sekolah ke Jakarta. Samsu satu sekolah dengan Arifin. Nurbayapun sedih akan kepergian kekasihnya ini.
            Di padang ada seorang yang sangat kaya bernama Datuk Maringgih. Ia selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu didapatnya dengan cara yang tidak halal. Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain Pendekar Tiga, Pendekar Empat, dan Pendekar Lima.
            Melihat kekayaan Baginda Sulaiman, Datuk Maringgih merasa tidak senang, maka semua kekayaan Baginda Sulaiman diputuskan akan dilenyapkan. Melalui perantaraan para kaki tangannya itu, dibakarlah tiga buah toko serta perahu-perahu yang penuh berisi muatan ditenggelamkan.
            Untuk memperbaiki perdagangannya itu, Baginda Sulaiman meminjam uang kepada Datuk Maringgih sebanyak sepuluh ribu rupiah, karena untuk mengembalikan uang pinjaman, ia masih mempunyai harapan atas hasil kebun kelapanya. Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika diketahuinya semua pohon kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapa itu oleh para kaki tangan Datuk Maringgih diberi obat-obatan, sehingga pohon kelapanya tidak ada yang berbuah sedikit pun. Di samping itu, karena hasutan kaki tangan Datuk Maringgih semua langganan yang telah berhutang kepada Baginda Sulaiman mengingkari hutangnya. Dengan demikian, tiba-tiba Baginda Sulaiman menjadi orang yang sangat melarat, sehingga ia tidak dapat membayar hutang yang sepuluh ribu rupiah. Barang-barang yang masih ada hanya kira-kira seharga tujuh ribu rupiah.
            Karena Baginda Sulaiman tak dapat membayar hutang, maka Datuk Maringgih bermaksud hendak menyita barang-barang milik Baginda Sulaiman, kecuali jika Nurbaya diserahkan kepada datuk Maringgih sebagai istrinya. Mula-mula Nurbaya tidak sudi, tetapi  ketika melihat ayahnya digiring hendak dimasukkan penjara, maka secara terpaksalah ia mau menjadi istri Datuk, walaupun sebenarnya hatinya sangat benci kepadanya. Selanjutnya kejadian yang menimpa diri ayah dan dirinya sendiri itu segera diberitahukan oleh Nurbaya kepada Samsu di Jakarta.
            Setelah setahun di Jakarta, menjelang bulan Puasa, pulanglah Samsu ke Padang. Setelah menjumpai orang tuanya, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaiman, setelah ia mendengar dari ibunya bahwa Baginda Sulaiman sakit. Sesampainya ke tempat yang dituju, dijumpainya Baginda Sulaiman sedang berbaring karena sakit. Tak lama setelah kedatangan Samsu itu, datanglah Nurbaya karena ayahnya mengharapkan kedatangannya. Maka berjumpalah Samsu dengan Nurbaya.
            Suatu malam bertemulah Samsu dengan Nurbaya  dan pertemuan ini terjadi sampai malam hari. Keduanya asyik sehingga tidak mengetahui bahwa gerak-gerik mereka itu sedang diikuti oleh Datuk Maringgih beserta kaki tanganya. Karena tidak tahan menahan rindunya, maka mereka pun berciuman. Pada waktu itulah Datuk Maringgih mendapatkan mereka dan terjadilah percekcokan. Mendengar kata-kata pedas dari Samsu, maka Datuh Maringgih memukulkan tongkatnya sekeras-kerasnya kepada Samsu. Akan tetapi Samsu bisa menghindar sambil menyeret Nurbaya. Dengan segera Samsu menendangnya, tersungkurlah Datuk Maringgih, karena kesakitan  berteriaklah ia minta tolong. Mendengar teriakan Datuk Maringgih itulah maka pada saat itu juga keluarlah Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan membawa sebilah keris.
            Melihat Pendekar Lima membawa keris, berteriaklah Nurbaya sehingga teriakan itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda Sulaiman yang sedang sakit. Karena disangkanya Nurbaya mendapat kecelakaan, maka bangkitlah Baginda dan pergi ke tempat anaknya tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga  menyebabkan Baginda Sulaiman meninggal. Ia dikebumikan di gunung Padang.
            Pada waktu Pendekar Lima hendak menikam Samsu, menghindarlah Samsu ke samping dan pada saat itu juga ia berhasil menyepak tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada di tangannya terlepas. Sementara itu datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Nurbaya tadi. Melihat mereka itu datang, larilah ia menyelinap ke tempat yang gelap.
            Di antara para tetangga yang datang itu, kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengarkan penjelasan Datuk Maringgih tentang hal anaknya itu maka Samsu pun diajak pulang, dan  karena malunya maka diusirlah Samsu tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Pada malam itu juga secara diam-diam pergilah Samsu ke Teluk Bayur untuk naik kapal pergi ke Jakarta. Pada pagi harinya ributlah Sitti Maryam mencari anaknya. Setelah gagal mencarinya, maka dengan sedihnya, ia pergi ke runah saudaranya di Padangsepanjang.
            Sejak kematian ayahnya, Nurbaya menunjukkan kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia berani mengusirnya dan tak sudi mengaku suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam, pulanglah Datuk Maringgih ke rumahnya dan ia ingin sekali membunuh Nurbaya.
            Setelah peristiwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih itu, Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya yang bernama Alimah. Di rumah itulah Nurbaya mendapat petunjuk dan nasihat, antara lain ialah agar ia pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut Sutan Mahmud sejak pengusiran diri atas Samsu. Kepada Samsu pun ia memberitahukan kedatangannya itu. Tapi malang bagi Nurbaya karena percakapannya dengan Alimah didengar oleh kaki tangan Datuk Maringgih yang memang sengaja memata-matainya.
            Pada pagi hari yang telah ditetapkan berangkatlah Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta. Mereka tidak mengetahui bahwa mereka itu diikuti oleh Pendekar Tiga dan Pendekar Lima. Setelah Nurbaya dan Pak Ali naik ke kapal dan mencari tempat yang tersembunyi dekat kapten kapal, maka berkatalah Pendekar Lima kepada Pendekar Tiga bahwa ia akan mengikuti perjalanan Nurbaya ke Jakarta, sedang Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa itu kepada Datuk Maringgih. Setelah itu Pendekar Lima pun naik ke kapal dan mencari tempat yang tersembunyi pula.
            Pada suatu saat tatkala orang menjadi ribut akibat ombak yang sangat besar, pergilah Pendekar Lima mencari tempat Nurbaya. Setelah ia mendapatinya, ia segera menyeret Nurbaya hendak membuangnya ke dalam laut. Melihat kejadian itu Pak Ali membelanya, tetapi ia pun mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak mampu melawannya karena Pendekar Lima jauh lebih kuat. Nurbaya pun berteriak dan ia jatuh pingsan. Teriakannya itu terdengar oleh orang yang ada dalam kapal, lebih-lebih kapten kapal. Karena takut ketahuan maka Pendekar Lima lari menyembunyikan dirinya, Nurbaya akhirnya diangkut orang ke suatu kamar untuk dirawat.
            Akhirnya kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung Priok Samsu sudah gelisah menantikan kedatangan kapal uang ditumpangi oleh kekasihnya itu. Setelah kapal itu merapat ke darat, maka naiklah Samsu ke kapal dan mencari Nurbaya. Alangkah terkejutnya tatkala ia mendengar dari kapten kapal dan Pak Ali tentang peristiwa yhang terjadi atas diri Nurbaya. Dengan di antar kapten kapal dan Pak Ali, pergilah Samsu ke kamar tempat Nurbaya dirawat.
            Pada saat itu tiba-tiba datanglah polisi mencari Nurbaya. Setelah berjumpa dengan kapten kapal dan Samsu, diberitahukan kepada mereka itu bahwa kedatangannya mencari Nurbaya ialah atas perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang wanita bernama Sitti Nurbaya telah melarikan diri dengan membawa barang-barang berharga milik suaminya dan diharapkan agar orang itu ditahan dan dikirimkan kembali ke Padang. Mendengar itu mengertilah Samsu bahwa hal itu tidak lain adalah akal busuk Datuk Maringgih belaka, ia pun minta kepada polisi agar hal tersebut jangan diberitahukan dahulu kepada Nurbaya, mengingat akan kesehatannya yang menghawatirkan. Ia minta kepada polisi agar kekasihnya dirawat dahulu di Jakarta sampai sembuh sebelum kembali ke Padang. Permintaan Samu dikabulkan setelah dokter yang memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan  Nurbaya. Setelah Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal itu kepada kekasihnya, kabar itu diterima oleh Nurbaya dengan tenang hati. Ia bermaksud kembali ke Padang untuk menyelesaikan masalah yang didakwakan atas dirinya. Setelah permintaan Samsu kepada yang berwajib agar perkara ini bisa diperiksa di Jakarta tidak dikabulkan, maka pada hari yang ditentukan , berangkatlah Nurbaya ke Padang dengan diantar oleh yang berwajib. Dalam pemeriksaan di Padang ternyata Nurbaya tidak bersalah sehingga ia dibebaskan.
            Pada suatu hari walaupun tidak disetujui Alimah, Nurbaya membeli kue yang dijajakan oleh Pendekar Empat yang menyamar. Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Nurbaya itu telah diisi racun. Setelah penjajak kue itu pergi, Nurbaya makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan kue itu terasa oleh Nurbaya kepalanya pening. Tidak lama kemudian Nurbaya meninggal secara mendadak, terkejutlah ibu Samsu, yang pada waktu itu sedang sakit keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Kedua jenasah itu dikebumikan di gunujng Padang di samping makam Baginda Sulaiman.
            Kabar kematian Sitti Maryam dan Nurbaya dikawatkan kepada Samsu di Jakarta. Membaca telegram yang sangat menyedihkan, Samsu memutuskan bunuh diri karena tidak ada gunanya ia berada di dunia ini karena kedua wanita yang disayangi telah berpulang, Samsu memutuskan untuk membunuh diri. Sebelum hal itu dilakukan ia menulis surat untuk ayah, para guru dan kawan-kawannya, untu meminta diri berpisah selama-lamanya. Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama Arifin untuk memasukkan surat yang akan dikirimkan untuk ayahnya. Kabar yang sangat menyedihkan itu dirahasiakan oleh Samsu sehingga Arifin tidak mengetahuinya. Sesampainya di kantor pos, Samsu minta berpisah dengan Arifin dengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah dijanjikannya. Arifin memperkenankannya, tetapi dengan tidak setahu Samsu ia mengikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena curiga akan maksud sahabatnya.
            Pada suatu tempat di kegelapan, Samsu berhenti dan mengeluarkan pistolnya dan kemudian menghadapkannya di kepalanya. Melihat itu Arifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Arifin, peluru yang meletus itu tidak sampai melukai Samsu. Akhirnya kabar tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa di Jakarta yang berasal dari Padang telah bunuh diri itu tersiar ke mana-mana melalui surat kabar. Kabar itu pun sampai di Padang dan didengar oleh sutan Mahmud Syah dan Datuh Maringgih.
            Karena perwatakan yang baik, sembuhlah Samsu. Ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenai dirinya yang masih hidup itu dirahasiakan. Setelah itu Samsu berhenti bersekolah, karena ia menginginkan mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia dikirim ke mana-mana, antara lain ke Aceh untuk memadamkan kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di sana. Oleh karena keberaniannya, maka dalam waktu sepuluh tahun saja pangkat Samsu dinaikkan menjadi letnan dengan nama Letnan Mas.
            Pada suatu hari Letnan Mas beserta kawannya bernama Letnan Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya untuk memadamkan pemberontakan mengenai masalah belasting (pajak). Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makan ibu dan kekasihnya di gunung Padang.
            Dalam pertempuran dengan pemberontak, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah seorang pemimpin pemberontakan. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga menemui ajalnya. Akan tetapi sebelum meninggal, Datuk Maringgih masih sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah dan terjatuh. Ia rebah di atas timbunan mayat, yang antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan Mas pun diangkut ke rumah sakit. Karena dirasanya bahwa ia tidak lama lagi hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya agar dipanggilkan Penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah datang, maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Samsu masih hidup dan kini berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia sedang dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya saat pertempuran. Dikatakannya pula kepadanya, bahwa Samsu sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata Sam, dan berpangkat letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud, bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta dikebumikan di gunung Padang di antara makam ibunya dan Nurbaya. Setelah berkata itu, maka Letnan Mas meninggal dunia.
            Setelah hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya, yakni Letnan Mas alias Samsulbahri. Kemudian dengan upacara kebesaran, baik dari pihak pemerintah maupun dari penduduk Padang, dikuburkanlah jenasah Samsu di antara makam Sitti Maryam dan Nurbaya seperti yang pernah dimintanya.
 Sepeninggal Samsu, karena sesal dan sedihnya, maka meninggal pula Sutan Mahmud Syah. Jenasahnya dikebumikan dekat dengan makam istrinya, yakni Sitti Maryam. Dengan demikian di kuburan gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan berderet, yakni kubur Baginda Sulaiman, Sitti Nurbaya, Sasmsulbahri, Sitti Maryam, dan Sutan Mahmud.
            Dua bulan kemudian berziarahlah Arifin dan Baktiar ke makam sahabatnya itu. Arifin telah lulus dalam ujiannya sehingga ia menjadi seorang dokter, sedangkan Baktiar kini telah menjadi opseter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar